Tampilkan postingan dengan label Papua. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Papua. Tampilkan semua postingan

Krisis Kemanusiaan di Papua: Ribuan Warga Mengungsi Akibat Operasi Keamanan


Nonton Sekarang
Tanggal: 23 Juni 2025
Lokasi: Kabupaten Puncak, Papua

Baru-baru ini, dilaporkan terjadi peningkatan aktivitas militer di wilayah permukiman sipil di Papua, yang mengakibatkan gelombang pengungsian warga ke Distrik Sinak, Kabupaten Puncak. Berdasarkan informasi dari sumber lokal, ribuan warga terpaksa meninggalkan rumah mereka karena kekhawatiran terhadap situasi keamanan di daerah tersebut.

Pengungsian massal ini menimbulkan berbagai persoalan kemanusiaan. Banyak warga yang kini berada di lokasi pengungsian tanpa akses memadai terhadap layanan kesehatan, makanan, air bersih, dan perlindungan lainnya. Beberapa laporan menyebutkan adanya korban jiwa akibat kondisi lingkungan yang tidak layak dan terbatasnya bantuan darurat.

Sejumlah pihak menyerukan agar ada perhatian lebih dari pemerintah, lembaga kemanusiaan nasional, serta komunitas internasional untuk memastikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar para pengungsi. Mereka berharap ada respons cepat guna meredakan ketegangan dan menjamin keselamatan warga sipil, terutama kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.

Kami mendorong semua pihak untuk menempatkan pendekatan damai dan kemanusiaan sebagai prioritas utama dalam menangani dinamika di Papua, serta mendorong dialog terbuka untuk solusi jangka panjang yang adil bagi semua pihak.


Catatan:
Artikel ini bertujuan untuk menyuarakan isu kemanusiaan secara netral dan berdasarkan informasi dari lapangan. Kami tidak bermaksud menyudutkan pihak mana pun dan mengajak semua elemen untuk berkontribusi pada perdamaian serta perlindungan hak asasi manusia.

Cerita sedih Pastor dan Warga Intan Jaya: Potret Kemanusiaan dari Papua Tengah



Artikel ini ditulis sebagai bagian dari dokumentasi kemanusiaan dan edukasi publik oleh tim ManusKrip Papua. Kami ingin membagikan suara dan pengalaman warga sipil yang terdampak situasi darurat di wilayah Intan Jaya, Papua Tengah—dengan pendekatan berbasis empati, tanpa afiliasi politik atau militer.

📌 Peringatan Konten
Tulisan ini memuat informasi sensitif terkait kondisi pengungsian, kerentanan warga sipil, dan peristiwa kehilangan. Kami menyajikan informasi berdasarkan laporan lapangan, kesaksian warga, serta sumber terbuka yang dapat dipertanggungjawabkan. Artikel ini tidak bertujuan menyudutkan atau menyalahkan pihak manapun.

📅 Latar Peristiwa
Pada 18 Juni 2025, tim kemanusiaan dari Gereja Katolik Dekanat Moni Puncak Jaya bersama pemerintah daerah mengevakuasi warga dari beberapa kampung di Distrik Sugapa: Gamagae, Bulapa, dan Galungama. Tindakan ini diambil sebagai respons atas memburuknya situasi keamanan di wilayah tersebut.

Warga sipil—termasuk anak-anak dan lansia—terpaksa mengungsi ke lokasi yang dianggap lebih aman, sebagian bahkan berlindung di hutan. Dalam prosesnya, terdapat korban luka dan laporan kehilangan jiwa. Pada 19 Juni dini hari, keluarga korban menggelar upacara penghormatan terakhir secara sederhana di tengah keterbatasan.

📍 Refleksi Kemanusiaan
Kisah ini menggambarkan betapa konflik yang berkepanjangan memberi dampak nyata pada kehidupan masyarakat biasa yang tidak bersenjata. Perlindungan terhadap warga sipil harus menjadi prioritas semua pihak, apapun latar belakangnya.

Papua bukan hanya tanah yang kaya akan sumber daya, tetapi juga penuh dengan budaya dan harapan. Saatnya kita memberi ruang bagi suara-suara yang selama ini terpinggirkan—suara mereka yang mendambakan kedamaian dan masa depan yang aman.

💬 Pesan Penutup
Damai bukanlah sekadar opsi. Damai adalah hak.
Mari kita bersama mendorong narasi yang memanusiakan, bukan memecah belah.

Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut atau ikut mendukung upaya kemanusiaan di Papua, silakan tinggalkan komentar.

Intan Jaya, 18 Juni 2025 – Tim Gabungan Evakuasi Warga Sipil Terdampak Situasi Keamanan di Distrik Sugapa

Pada tanggal 18 Juni 2025, Pastor Dekan Dekanat Moni Puncak Jaya bersama Tim Penanganan Konflik dari Pemerintah Kabupaten Intan Jaya turun langsung ke lapangan untuk melakukan upaya evakuasi terhadap masyarakat sipil yang terdampak situasi keamanan di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah.

Berdasarkan laporan yang diterima, terjadi eskalasi situasi keamanan di sejumlah kampung seperti Gamagae, Bulapa, dan Galungama. Kontak senjata dilaporkan terjadi antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata di wilayah tersebut.

Akibat dari situasi ini, sejumlah warga sipil dilaporkan menjadi korban. Hingga saat ini, berdasarkan informasi awal yang diperoleh di lapangan, tiga warga sipil dikonfirmasi meninggal dunia, sementara beberapa lainnya masih dalam proses pendataan dan identifikasi oleh pihak berwenang.

Nama-nama warga yang diketahui menjadi korban jiwa dalam peristiwa tersebut antara lain:

  1. Aphon Kobogau (20 tahun) – warga Kampung Bulapa
  2. Yohanes Tipagau (40 tahun) – warga Kampung Mimitapa
  3. Isak Kobogau (43 tahun) – warga Kampung Mimitapa

Tim gabungan yang terdiri dari pihak gereja dan pemerintah daerah melakukan evakuasi terhadap masyarakat sipil, termasuk mereka yang sempat mengungsi ke hutan-hutan sekitar. Para pengungsi dibawa menuju Sugapa, ibukota Kabupaten Intan Jaya, untuk mendapat perlindungan dan bantuan kemanusiaan lebih lanjut.

Jenazah korban telah ditangani oleh keluarga dan masyarakat setempat secara adat pada dini hari tanggal 19 Juni 2025. Evakuasi masih terus dilakukan untuk menjangkau warga yang tersebar dan terdampak.

Situasi keamanan di wilayah tersebut hingga kini masih belum sepenuhnya kondusif, sehingga proses pendataan dan bantuan kemanusiaan masih dilakukan secara bertahap dan hati-hati.

Kami mengimbau semua pihak, baik media maupun organisasi kemanusiaan, untuk turut memantau perkembangan situasi ini dan memberikan perhatian terhadap kondisi masyarakat sipil di daerah konflik.

#IntanJayaDaruratKemanusiaan
#LindungiWargaSipil
#EvakuasiAman
#SolidaritasUntukIntanJaya

Pernyataan Resmi KOMNAS TPNPB: Warga Papua Nugini Bukan Pendatang, Tapi Anak Tanah Ini

Inspeksi Mendadak di Skouw: Wali Kota Abisai Rollo Usir Warga PNG

Video Thumbnail
Ketegangan sosial-politik kembali mencuat dari ujung timur Indonesia. Wali Kota Jayapura, Abisai Rollo, melakukan inspeksi mendadak di kawasan Skouw Sae—wilayah perbatasan yang menjadi titik temu antara Papua dan Papua Nugini. Dalam inspeksi tersebut, ia menemukan sejumlah warga PNG yang tinggal tanpa dokumen resmi. Tak hanya itu, pihak berwenang juga mengamankan satu unit sepeda motor yang diduga hasil curian serta satu pucuk senapan angin.

Pemerintah kota pun mengambil langkah cepat: para warga PNG tersebut akan diserahkan ke Imigrasi Jayapura untuk kemudian dideportasi ke negara asal mereka.

Namun… langkah ini langsung menuai gelombang protes. Bukan dari organisasi sipil biasa, tetapi dari Komnas TPNPB-OPM, organisasi perjuangan Papua Merdeka yang tak pernah benar-benar diam dalam dinamika konflik Papua.

Sebby Sambom: “Mereka Tidak Bisa Diusir dari Tanah Leluhur Mereka Sendiri!”

Mewakili Komnas TPNPB, juru bicara Sebby Sambom merilis pernyataan keras melalui video yang segera menyebar luas. Dalam video tersebut, ia menolak tegas tindakan pengusiran terhadap warga Papua Nugini yang menetap di Jayapura.

Menurut Sebby, warga PNG yang tinggal di Papua bukanlah imigran ilegal. Mereka adalah bagian dari masyarakat adat Papua yang terpecah akibat garis batas kolonial. Ia menegaskan bahwa wilayah Papua—baik yang kini menjadi bagian Indonesia maupun PNG—adalah satu tanah leluhur yang tak bisa dipisahkan oleh garis politik modern.

> “Wali Kota Jayapura tidak berhak mengusir mereka. Mereka bukan orang luar. Pemerintah seharusnya hadir untuk melindungi dan mengurus, bukan mengusir.”
— Sebby Sambom

Desakan Status Kewarganegaraan Ganda

Sebby juga menyampaikan bahwa pemerintah daerah seharusnya memperjuangkan kebijakan kewarganegaraan ganda untuk warga-warga yang tinggal di perbatasan. Langkah ini dianggap lebih manusiawi dan sesuai dengan prinsip hukum internasional tentang hak atas tanah dan identitas etnis.

Ia mengingatkan bahwa banyak orang Papua Timur melintasi batas negara bukan karena niat ilegal, tapi akibat sejarah panjang kolonialisme yang membelah satu suku bangsa menjadi dua negara.


---

OPM: Ini Bukan Sekadar Masalah Imigrasi

Komnas TPNPB mengingatkan bahwa pengusiran terhadap warga PNG bukan lagi sekadar soal pelanggaran imigrasi. Ini menyentuh akar konflik panjang antara Papua dan pemerintah Indonesia. Bagi mereka, setiap tindakan administratif seperti ini selalu membawa luka sejarah yang belum sembuh.

> "Jika pemerintah terus mengusir rakyat Papua Timur dari tanahnya sendiri, maka Komnas TPNPB tidak akan tinggal diam."



Ketika OPM berbicara, bukan hanya Indonesia yang mendengar—mata dunia juga mulai melirik kembali ke Papua.


Pertanyaan Besar: Hukum, Sejarah, atau Kemanusiaan?

Di tengah polemik ini, publik pun mulai bertanya-tanya:

Apakah tindakan Wali Kota Abisai Rollo murni penegakan hukum imigrasi?

Atau justru ini bentuk pengabaian terhadap realitas sosial dan historis masyarakat adat Papua?

Haruskah birokrasi kaku berdiri di atas luka sejarah yang belum selesai?


Di tanah yang dibilang sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi, mengapa anak-anak leluhurnya sendiri merasa terusir?


---

Penutup: Menyikapi dengan Bijak

Isu Papua adalah persoalan kompleks. Di balik setiap kebijakan pemerintah, ada latar sejarah dan rasa yang dalam. Artikel ini tidak bermaksud menyulut konflik, tapi mengajak kita semua untuk berpikir lebih luas, melampaui batas negara, dan masuk ke wilayah yang lebih dalam: kemanusiaan.

Apakah benar garis batas bisa memutus ikatan darah dan tanah?

Atau justru ini saatnya kita mulai menata kembali cara pandang terhadap wilayah yang selama ini hanya dilihat dari angka, peta, dan aturan?

DISCLAIMER: Artikel ini menyampaikan narasi yang mencerminkan situasi aktual di wilayah perbatasan Papua. Tulisan ini memuat pernyataan dari berbagai pihak yang terlibat, termasuk pemerintah daerah dan kelompok pro-kemerdekaan, dengan tujuan menghadirkan informasi secara utuh dan seimbang. Kami tidak berpihak pada salah satu kubu. Topik Papua adalah persoalan kompleks yang melibatkan sejarah, identitas, dan kemanusiaan. Pembaca diharapkan menyikapinya dengan kepala dingin dan empati yang tinggi.