Tampilkan postingan dengan label Pertambangan Nikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pertambangan Nikel. Tampilkan semua postingan

Kami Bukan Penonton di Tanah Kami Sendiri — Seruan Keadilan dari Anak Adat Raja Ampat

Tonton langsung di YouTube: Klik di sini

Disclaimer:

Tulisan ini dibuat untuk tujuan edukasi, dokumentasi, dan penyadaran publik mengenai situasi sosial, budaya, serta hak masyarakat adat Papua. Segala pandangan yang disampaikan adalah bentuk kebebasan berekspresi dan advokasi damai. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mendorong diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan terhadap kelompok mana pun. Kami menolak segala bentuk penyalahgunaan narasi ini di luar konteks keadilan dan perjuangan masyarakat adat.


Di tengah geliat industri pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat, muncul suara-suara kegelisahan dari masyarakat adat yang selama ini hidup dan menjaga tanah tersebut turun-temurun. Salah satu suara tersebut datang dari Paul Finsen Mayor, anak adat asli Raja Ampat, yang dengan tegas menyerukan keadilan dan keterlibatan yang lebih besar bagi Orang Asli Papua (OAP) dalam pembangunan.

“Kalau tidak mau diganggu, pekerjakan 80 persen OAP.”
— Paul Finsen Mayor

Pernyataan ini bukan bentuk perlawanan terhadap pembangunan, melainkan panggilan untuk melibatkan masyarakat adat secara adil dan bermartabat. Dalam berbagai proyek besar, terutama yang menyangkut tanah adat, masyarakat lokal sering kali hanya menjadi penonton. Padahal, mereka adalah pemilik sah tanah tersebut — bukan sekadar objek, tetapi subjek pembangunan.

80 Persen: Simbol Keadilan, Bukan Sekadar Angka

Permintaan agar 80 persen tenaga kerja berasal dari OAP bukanlah angka sembarangan. Ini adalah simbol dari pemulihan martabat dan pengakuan atas hak-hak dasar masyarakat adat yang selama ini terpinggirkan.

Menurut Paul, jika perusahaan ingin diterima dengan baik oleh masyarakat, maka kehadiran mereka harus dibarengi dengan komitmen nyata terhadap keadilan sosial. Rekrutmen tenaga kerja lokal, pelibatan adat dalam pengambilan keputusan, serta perlindungan hak ulayat adalah langkah-langkah konkret untuk menciptakan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

“Kami tidak anti pembangunan. Kami hanya ingin pembangunan yang adil dan tidak mengorbankan hak masyarakat adat.”

Keadilan Sosial adalah Solusi, Bukan Ancaman

Konflik sosial dapat diminimalkan bahkan dicegah jika masyarakat adat diberi ruang partisipasi yang setara. Ketika suara mereka didengar dan hak mereka dihormati, pembangunan akan berjalan dengan damai dan membawa manfaat yang merata.

Papua tidak menolak kehadiran investor atau pemerintah. Namun, keterbukaan itu harus diiringi dengan sikap hormat terhadap hak-hak masyarakat adat. Investasi yang bijak adalah investasi yang berpihak pada manusia dan lingkungan, bukan semata-mata keuntungan ekonomi.


Penutup

Suara dari Raja Ampat ini bukan ajakan untuk memecah belah, tapi panggilan untuk mendengar. Sudah saatnya masyarakat adat tidak lagi hanya menjadi penonton dalam pembangunan di tanah mereka sendiri. Mereka layak menjadi bagian dari proses, keputusan, dan hasilnya.

Pembangunan sejati adalah yang tidak meninggalkan siapa pun di belakang — terutama mereka yang pertama kali menjaga tanah ini.


Jika Anda tertarik untuk menyimak lebih lanjut, video lengkap pernyataan Paul Finsen Mayor dapat dilihat melalui kanal YouTube Manuskrip Papua, yang mempublikasikan konten ini untuk kepentingan edukasi dan penyadaran publik.