Konten ini dipublikasikan oleh channel Manuskrip Papua untuk tujuan dokumenter, edukasi sejarah, dan kajian budaya. Tidak terdapat unsur hasutan, kekerasan, atau dukungan terhadap tindakan yang melanggar hukum. Kami berkomitmen pada prinsip jurnalisme damai dan mematuhi standar komunitas YouTube serta hukum nasional.
Pada tanggal 23 Juni 2025, sebuah video mengejutkan muncul di YouTube. Tanpa judul, tanpa narasi, dan diunggah oleh akun anonim. Namun, isi video tersebut segera menjadi perbincangan luas: penampakan markas salah satu Kodap (Komando Daerah Pertahanan) dari Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang tampil secara terbuka di ruang publik digital.
Video itu menampilkan dua tiang bendera berdiri berdampingan. Tiang pertama — lebih tinggi — tampak kosong, tetapi di bagian dasarnya terdapat simbol bintang Daud yang sering dikaitkan dengan Israel. Tiang kedua — lebih pendek — mengibarkan bendera Bintang Kejora, simbol perjuangan lama Papua Merdeka. Di sekitar lapangan, sekelompok warga terlihat melakukan tarian Wisisi, sebuah tarian sakral khas Papua. Di tengah lapangan, berdiri sebuah podium — namun tak digunakan. Sunyi. Tak ada satu pun pemimpin berbicara.
Setiap elemen dalam video tersebut mengandung makna simbolik yang dalam:
-
Tiang kosong dengan simbol Israel dapat ditafsirkan sebagai ekspresi politis — harapan akan pengakuan internasional, atau metafora perjuangan sebuah bangsa yang merasa belum merdeka.
-
Tiang bendera Bintang Kejora mengisyaratkan bahwa identitas Papua, dalam pandangan kelompok ini, tetap hidup dan diperjuangkan.
-
Podium kosong menjadi metafora sunyi yang kuat — seolah mereka tidak perlu berkata-kata, karena simbol dan budaya telah menyampaikan semuanya.
-
Tarian Wisisi menegaskan dimensi budaya dan spiritual dari perjuangan ini — bahwa bagi sebagian masyarakat Papua, ini bukan sekadar konflik politik, tetapi juga soal harga diri dan warisan leluhur.
Apakah OPM Masih Eksis?
Video tersebut menjawab sebuah pertanyaan yang telah lama menggantung: Apakah OPM masih ada?
Jawabannya: Ya. Organisasi Papua Merdeka masih aktif. Mereka kini tidak hanya bertahan di wilayah pedalaman atau daerah konflik, tetapi juga semakin terorganisir secara simbolik, melalui media, dan komunikasi publik. Perlawanan mereka tidak lagi hanya bersifat bersenjata, tetapi juga memanfaatkan platform digital, simbol budaya, dan narasi internasional untuk menyampaikan pesan mereka.
Namun perlu ditegaskan: Papua bukan entitas tunggal. Tidak semua masyarakat Papua mendukung gerakan separatis. Banyak tokoh adat, pemuda, serta pemimpin agama yang mengadvokasi jalur damai dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Mengapa Dialog Damai Masih Sulit Terwujud?
Terdapat setidaknya empat alasan utama mengapa negosiasi damai dengan kelompok seperti OPM masih menemui jalan terjal:
-
Latar Belakang Sejarah yang Diperdebatkan
Banyak orang Papua menganggap proses integrasi Papua ke Indonesia melalui Pepera 1969 sebagai proses yang tidak adil dan penuh tekanan. -
Dominasi Pendekatan Keamanan
Penekanan berlebih pada strategi militer telah menciptakan trauma sosial dan memperkuat ketidakpercayaan terhadap pemerintah pusat. -
Ketimpangan Pembangunan
Papua adalah wilayah kaya sumber daya, tetapi akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan pekerjaan masih jauh tertinggal dibanding wilayah lain di Indonesia. -
Minimnya Ruang Dialog yang Setara
Banyak masyarakat Papua merasa suara mereka diabaikan atau dianggap sebagai ancaman, bukan sebagai aspirasi yang sah dan layak didengarkan.
Jalan ke Depan: Mendengar, Bukan Membungkam
Konflik di Papua tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan kekerasan atau perintah sepihak. Yang dibutuhkan adalah:
-
Dialog yang inklusif, yang melibatkan semua pihak — termasuk tokoh adat, perempuan, pemuda, serta kelompok-kelompok yang memiliki legitimasi sosial di masyarakat.
-
Rekonsiliasi sejarah, yang tidak hanya menyoal masa lalu, tetapi juga mengupayakan pengakuan atas luka dan pencarian jalan penyembuhan nasional.
-
Distribusi keadilan sosial, agar pembangunan tidak hanya terlihat dari infrastruktur, tetapi juga dari tumbuhnya kepercayaan dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
Video yang dipublikasikan pada 23 Juni 2025 itu memang tidak mengeluarkan suara. Namun diamnya bukanlah kebisuan. Ia adalah sebuah pernyataan — tentang eksistensi, perlawanan, dan harapan.
Papua adalah bagian dari Indonesia, tetapi juga bagian dari sejarah panjang yang mesti dipahami dengan hati dan kepala yang jernih. Mungkin, sudah waktunya kita berhenti meminta mereka diam — dan mulai sungguh-sungguh mendengar.